
Oleh: Adv. James H. Anes, S.H.
Advokat pada Firma Hukum James Richard and Partners
Bali| Maraknya praktik pengumpulan utang oleh pihak ketiga atau yang dikenal dengan istilah debt collector telah menimbulkan keresahan yang serius di tengah.
Banyak laporan mengenai tindakan kekerasan, intimidasi, dan pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan oleh oknum debt collector, terutama dalam proses penarikan kendaraan atau harta debitur secara paksa.
Praktik semacam ini harus ditinjau dari sudut pandang hukum positif Indonesia.
Dalam sistem hukum Indonesia, penagihan utang harus tunduk pada asas-asas hukum perdata, yakni kesepakatan para pihak dan penyelesaian melalui jalur hukum.
Berdasarkan Pasal 1320 KUH Perdata , perjanjian yang sah adalah landasan utama hubungan utang-piutang.
Namun ketika terjadi wanprestasi, penyelesaiannya harus melalui mekanisme gugatan perdata ke pengadilan, bukan melalui intimidasi atau kekerasan oleh pihak ketiga.
Debt collector bukanlah aparat penegak hukum dan tidak mempunyai kewenangan untuk melakukan eksekusi objek jaminan secara paksa.
Berdasarkan Keputusan Mahkamah Konstitusi No. 18/PUU-XVII/2019, eksekusi atas objek jaminan fidusia (seperti kendaraan) hanya dapat dilakukan jika ada kesepakatan sukarela dari debitur atau melalui keputusan pengadilan.
Penarikan secara sepihak dan paksaan tanpa prosedur hukum merupakan pelanggaran dan dapat dijerat pidana.
Tindakan pengancaman, pemaksaan, dan perampasan yang dilakukan oleh oknum debt collector dapat dijerat dengan sejumlah pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), antara lain: Pasal 368 KUHP tentang pemerasan; Pasal 335 KUHP tentang perbuatan yang tidak menyenangkan; Pasal 365 KUHP tentang pencurian dengan kekerasan (apabila menarik barang disertai kekerasan fisik).
Selain itu, juga dapat dilaporkan atas dasar pelanggaran terhadap ketentuan perlindungan konsumen sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Masyarakat memiliki hak untuk menolak tindakan pengumpulan yang tidak sesuai prosedur. Jika menerima intimidasi atau ancaman dari debt collector, langkah hukum yang dapat diambil antara lain:
1. Melaporkan ke Polisi , khususnya jika ada indikasi pemerasan atau kekerasan;
2. Mengajukan gugatan perdata , apabila terjadi kerugian akibat penarikan yang tidak sah;
3. Melapor ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) apabila pengumpulan dilakukan oleh lembaga keuangan resmi yang melibatkan pihak ketiga tanpa prosedur hukum yang sah.
Sebagai advokat, saya menegaskan bahwa praktik penagihan utang oleh debt collector yang dilakukan di luar kerangka hukum tidak hanya mencederai keadilan, tetapi juga berpotensi sebagai tindakan pidana.
Negara harus hadir dengan regulasi yang tegas dan penerapan hukum yang adil, serta memberikan perlindungan maksimal kepada masyarakat.
Firma Hukum James Richard and Partners berkomitmen untuk memberikan pendampingan hukum kepada korban debt collector yang melanggar hukum.***
#lawyerdibali
#lawyerinbali
#lawyerdicanggu
#lawyerincanggu
#pengacaradibali
#pengacaradicanggu
#pengacaradidenpasar
https://stanistanjeandpartner.com/
