
Oleh: Adv. Rikhardus Ikun, SH, MH, C.MSP., C.NSP., C.LFS., C.CPR.
Dalam kehidupan bernegara, hukum memiliki peranan penting sebagai alat pengatur, pengarah, sekaligus penjaga keadilan dalam masyarakat.
Salah satu konsep fundamental dalam ilmu hukum yang sering menjadi titik tolak pembahasan adalah hukum positif. Namun, apa sebenarnya yang bertentangan dengan hukum positif itu?
Secara terminologis, hukum positif (hukum positif) adalah hukum yang secara resmi ditetapkan oleh lembaga yang berwenang dan berlaku secara nyata dalam suatu negara pada waktu tertentu.
Ia bukan sekadar norma atau kaidah moral, tetapi merupakan hukum yang tertulis, terstruktur, dan dapat ditegakkan melalui lembaga peradilan. Hukum positif mencakup segala peraturan-peraturan, mulai dari UUD, UU, Peraturan Pemerintah, hingga peraturan daerah.
Sebagai advokat yang telah berkecimpung dalam praktik hukum selama ini, saya menyaksikan langsung bagaimana hukum positif menjadi dasar penyelesaian penyelamatan, perlindungan hak, dan penegakan keadilan.
Tanpa hukum positif, maka proses penegakan hukum akan bersandar pada subjektivitas, moralitas, atau bahkan kekuasaan. Inilah yang menjadi dasar urgensi keberadaan hukum positif dalam sebuah negara hukum seperti Indonesia.
Namun dalam praktiknya, seringkali hukum positif kita belum sepenuhnya mencerminkan nilai keadilan hidup dalam masyarakat. Terdapat jarak antara das sein (apa yang terjadi) dan das sollen (apa yang seharusnya).
Oleh karena itu, penting bagi pembuat kebijakan dan penegakan hukum untuk mengintegrasikan nilai-nilai keadilan sosial, kearifan lokal, dan dinamika masyarakat ke dalam perumusan hukum positif.
Misalnya, hukum adat di berbagai wilayah Indonesia, seperti hukum adat di Papua, Nusa Tenggara, atau Bali, kerap memiliki mekanisme penyelesaian penyelesaian yang jauh lebih efektif dan damai daripada litigasi di pengadilan.
Oleh karena itu, hukum positif tidak boleh berdiri sendiri sebagai produk kekuasaan semata, melainkan harus mampu berelaborasi dengan hukum tidak tertulis , selama tidak bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945.
Ke depan, tantangan terbesar kita bukan hanya mewujudkan hukum positif yang baik, namun mewujudkan hukum positif yang responsif terhadap kebutuhan masyarakat dan menjamin rasa keadilan bagi semua pihak.
Hukum bukan sekadar teks dalam lembaran negara, tetapi ia adalah alat perubahan sosial yang hidup, berkembang, dan harus manusiawi.
Sebagai penutup, saya mengajak seluruh elemen bangsa—akademisi, praktisi, pembuat kebijakan, dan masyarakat—untuk kembali memahami, mengkritisi, dan mengawal penerapan hukum positif di Indonesia.
Karena pada akhirnya, keadilan bukan hanya ditentukan oleh bunyi undang-undang, tetapi juga oleh keberanian kita menegakkannya dengan hati nurani.***
#lawyerdibali
#lawyerinbali
#lawyerdicanggu
#lawyerincanggu
#pengacaradibali
#pengacaradicanggu
#pengacaradidenpasar
https://stanistanjeandpartner.com/
