
Opini: Adv. Totok Waluyo, S.H.
Ketua Peradi Utama DPW Bali
Bali, Porosnformatif| Dalam proses penegakan hukum pidana di Indonesia, penyelidikan dan penyidikan merupakan dua tahap krusial yang menjadi dasar pengungkapan suatu tindak pidana.
Meskipun memiliki peran yang sangat penting, ternyata tidak ada ketentuan hukum positif yang secara eksplisit mengatur batas waktu maksimal pelaksanaan keduanya.
Mengacu pada Pasal 1 angka 5 KUHAP, penyelidikan diartikan sebagai serangkaian tindakan penyelidik guna mencari dan menemukan peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana untuk menentukan apakah dapat dilanjutkan ke tahap penyidikan.
Penyelidik sendiri merupakan pejabat polisi negara Republik Indonesia yang memiliki kewenangan berdasarkan undang-undang.
Lebih lanjut, Pasal 4 KUHAP menegaskan bahwa setiap pejabat polisi negara adalah penyelidik.
Bila seorang penyelidik menerima laporan atau pengaduan mengenai suatu dugaan tindak pidana, maka ia wajib segera melakukan tindakan penyelidikan.
Hal ini dijelaskan pula dalam Perkapolri No. 6 Tahun 2019, yang mengatur bahwa penyelidikan dilakukan berdasarkan laporan dan/atau surat perintah penyelidikan.
Dikutip dari buku Hukum Acara Pidana karya Andi Munafri D. Mappatunru, tujuan dari penyelidikan adalah untuk mengumpulkan bukti permulaan atau bukti yang cukup agar dapat ditindaklanjuti ke tahap investigasi.
Metode pencarian yang digunakan antara lain:
1. Pengamatan (observasi)
2. Wawancara
3. Pembuntutan
4. Penyamaran
5. pelacakan
6. Analisis dokumen
7. Pengolahan TKP
Meski tidak ada batas waktu penyelidikan, penyelidik wajib membuat laporan tertulis yang berisi hasil penyelidikan, termasuk waktu, kegiatan, hambatan, serta pendapat dan saran.
Laporan tersebut kemudian dibawa ke forum gelar perkara, untuk menentukan apakah perkara tersebut dapat naik ke tahap penyidikan, dihentikan, atau dialihkan ke instansi lain.
Tidak Ada Lagi Batasan Waktu Penyusunan dalam Peraturan yang Berlaku
Sementara itu, pada tahap penyidikan, definisinya sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 angka 2 KUHAP adalah serangkaian tindakan untuk mencari dan mengumpulkan bukti-bukti agar tindak pidana menjadi terang dan menemukan tersangkanya.
Penyusunan dalam hal ini bisa berasal dari kepolisian atau penyidik pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang oleh undang-undang.
Pasal 106 KUHAP dan Pasal 13 Perkapolri 6/2019 menyebutkan bahwa penyidikan harus segera dilakukan begitu laporan diterima.
Proses penyidikan meliputi: dimulainya penyidikan, upaya paksa, pemeriksaan, penetapan tersangka, pemberkasan, penyerahan berkas, hingga penyidikan penyidikan.
Secara historis, Perkapolri 12/2009 pernah mengatur batas waktu penyelidikan:
30 hari untuk perkara mudah
60 hari untuk perkara sedang
90 hari untuk perkara sulit
120 hari untuk perkara yang sangat sulit
Namun kini, peraturan tersebut telah dicabut.
Dengan tidak adanya peraturan baru yang menggantikannya, maka tidak terdapat lagi ketentuan hukum yang secara eksplisit membatasi waktu penyidikan.
Setelah penyidikan rampung, penyidik wajib menyusun resume hasil penyidikan dan menyerahkan berkas kepada arsip umum.
Penyidikan pun bisa dihentikan melalui gelar perkara untuk menjunjung kepastian hukum, keadilan, dan kemanfaatan hukum.
Dengan tidak adanya batas waktu yang tegas dalam penyelidikan maupun penyidikan, proses ini secara prinsip dapat berjalan sepanjang belum melampaui masa daluwarsa suatu tindak pidana.
Oleh karena itu, pengawasan terhadap tahapan ini sangat penting agar tidak terjadi wilayah hukum yang berkepanjangan, dan agar hak-hak para pihak tetap terlindungi sesuai dengan prinsip due process of law.***
Butuh Konsultasi Hukum, hubungi:
Law Firm James Richard and Partners
Email: lawfirmjamesrichardpartner@gmail.com
Telepon: 081139409588
Website: www.lawfirmjamesrichardandpartner.com
#lawyerdibali
#lawyerinbali
#lawyerdicanggu
#lawyerincanggu
#pengacaradibali
#pengacaradicanggu
#pengacaradidenpasar
https://stanistanjeandpartner.com/
